Kebetulan (saya terlalu banyak dapat kebetulan, apa itu masih kebetulan?) saya dikenalkan dengan seorang kenek bus jalur Palembang-Pagaralam, namanya Narto. "Tunggu jam 7 di depan BNI lama," pesannya.
Saya naik dari Prabumulih. Target Lahat saya coret karena rasanya tidak ada yang benar-benar menarik di sana. Jadi lebih baik saya langsung ke Pagaralam saja. Ada sih beberapa situs megalitik, tapi saya masih bisa dapatkan itu di Pagaralam, justru situs megalit yang banyak itu di Pagaralam.
Saya duduk di samping supir dengan kursi khusus berlayar lebar. Banyak kota kecil yang saya lewati. Definisi kota buat saya adalah ada puluhan bangunan yang mepet-mepet dan ada keramaian. Saya perhatikan kok susah betul ketemu pom bensin dan ATM. Di Pasar Belimbing (2 jam sebelum Lahat) saya lihat-lihat tidak ada logo bank sama sekali. Oh ada deng, satu plang berlogo Bank Mandiri dengan penunjuk arah bertuliskan: 28 km lagi!
Sampai Lahat, perjalanannya itu biasa saja. Di peta yang saya pegang –peta mudik 2011 keluaran Indosat- juga warnanya masih hijau, artinya masih dataran rendah. Lahat ke Pagaralam baru deh masuk warna kuning dan merah. Saya masuk Bukit Barisan dengan jalanan yang belok-belok, bikin tidak bisa tidur.
Sang supir yang sudah belasan tahun nyupir jalur Palembang – Pagaralam bilang, “Jalur Lahat ke Pagaralam terkadang dilewati binatang hutan,” sambil melemparkan pandangannya ke kiri, jauh ke hutan sana. Suatu kali, dulu sekali, Sang Sopir pernah menabrak seekor rusa. Rusanya sebesar sapi! Karena sudah sakratul maut, sekalian saja disembelihnya. Daging dibawa pulang ke rumah dan dimakan bersama keluarga. Rusa itu termasuk dilindungi tidak sih?
Bis tiga perempat seperti yang saya tumpangi kali ini canggih sekali. Kalau di Jakarta bis mirip metro mini begini cuma dipakai di jalan-jalan datar dengan panjang jalur hanya puluhan kilometer, tapi di Sumatera dia harus kerja keras melintasi bukit barisan dengan panjang jalur ratusan kilometer.
Keneknya juga sigap sekali. Kalau ada yang memberhentikan bis, si kenek langsung angkut barang-barangnya ke atas bis atau atas atap bis. Waktu itu saya naik bis bareng dengan sebuah sepeda motor dan beberapa karung hasil bumi.
Oh ya, kami sempat berhenti di Merapi (sebelum Lahat) untuk makan. Saya diajak makan sama mas Narto bareng supir-supir bis lain. Rupanya para supir dan kenek selalu diberi tempat khusus untuk makan yang itu jelas gratis… =)
© Copyright 2023. trackpacking.com